Salah satu ulama di Jawa Timur yang ikut berjuang dalam kemerdekaan Indonesia adalah KH. Hasyim Asy’ari. Ia merupakan ulama besar pemimpin Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang. Kemasyhurannya dan kepintarannya dalam ilmu agama membuatnya mendapatkan gelar sebagai hadratussyaikh. Gelar itu berarti maha guru yang disematkan kepada orang yang hafal Kutub al-Sittah.
Peran besar KH. Hasyim Asy’ari tidak hanya berkutat pada dunia Islam dan pondok pesantren. Ia juga berperan besar dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pasalnya, ia menanamkan semangat jihad kepada para santrinya saat Belanda kembali menyerang Indonesia saat Bung Karno sudah mendeklarasikan Indonesia sebagai negara yang berdaulat dan menyingkirkan Belanda dari tanah air.
Biografi KH. Hasyim Asy’ari
KH Hasyim Asy'ari adalah tokoh agama dan pendiri Nahdlatul Ulama. Ia lahir pada tahun 1871 di Jombang, Jawa Timur dan tumbuh menjadi seorang ulama yang dihormati. Pada tahun 1926, Hasyim Asy'ari mendirikan NU sebagai wadah untuk memperjuangkan kepentingan umat Islam, memperkuat pendidikan agama, dan menjaga persatuan umat. Ia mengutamakan nilai-nilai toleransi, harmoni antarumat beragama, dan menjauhkan organisasi dari konflik politik.
KH Hasyim Asy'ari meninggal pada tahun 1947, tetapi warisannya terus hidup yang berkembang pesat dan menjadi kekuatan penting dalam perjuangan agama di Indonesia. Ia dihormati sebagai pemimpin spiritual dan tokoh yang mendorong pemahaman Islam yang moderat dan damai. KH Hasyim Asy'ari adalah inspirasi bagi generasi selanjutnya dalam memperjuangkan nilai-nilai keagamaan dan mempromosikan toleransi antarumat beragama.
Semangat Jihad KH. Hasyim Asy’ari
Indonesia mengalami masalah setelah memproklamirkan diri sebagai negara yang berdaulat pada 17 Agustus 1945. Pada 21-22 Oktober 1945, KH. Hasyim Asy’ari mengumpulkan wakil-wakil cabang Nu di seluruh Jawa dan Madura di Surabaya. Dalam pertemuan tersebut, ia memutuskan bahwa melawan penjajah merupakan perang suci dan hukumnya adalah fardu ain. Keputusan itu sampai sekarang dikenal dengan resolusi jihad. Saat resolusi jihad itu diputuskan, maka ribuan kiai dan santri bergerak ke Surabaya.
Pada 10 November 1945 meletuslah peperangan yang sangat sengit antara pasukan Inggris melawan tentara pribumi dan juga warga sipil. Mereka hanya bersenjatakan bambu runcing. Peperangan ini adalah peperangan terbesar sepanjang sejarah Nusantara. Kisah tentang peperangan 10 November ini sangat masyhur dan menjadi penentu masa depan bangsa Indonesia. Apakah benar-benar bisa memerdekakan diri, atau akan kembali dijajah oleh bangsa asing.
Prinsip Perjuangan KH. Hasyim Asy’ari
Kebesaran nama KH. Hasyim Asy’ari di mata umat Islam Indonesia pada masa perjuangan dan awal kemerdekaan tidak bisa dilepaskan dari prinsip-prinsip yang dipegangnya. KH. Hasyim Asy’ari memegang prinsip yang sangat kuat dalam hal perjuangan. Menurut KH. Wahab Hasbullah, prinsip hidup KH. Hasyim Asy’ari adalah berjuang terus dengan tiada mengenal surut, lelah, dan istirahat.
Prinsip tersebut didasari oleh hadits Rasulullah yang artinya: “Demi Allah, jika mereka kuasa meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku dengan tujuan agar aku berhenti berjuang, aku tidak akan mau menerimanya bahkan nyawa taruhannya,” Hal inilah yang selalu dipegang oleh KH. Hasyim Asy’ari dalam menjalani hidup serta perjuangan-perjuangan yang ia lakukan dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa dan negara.